Volunteering at Way Kambas Lampung - Part 3: Kampung Bali dan Way Kanan - Catatan Ika

cat-headercat-header

Volunteering at Way Kambas Lampung - Part 3: Kampung Bali dan Way Kanan

Saya senang sekali mendapatkan kesempatan jadi volunteer mengurus gajah Sumatra di Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Catatan aktivitas dan keasyikan saya bareng volunteer lain di Way Kambas dapat dilihat di Volunteering at Way Kambas Lampung - Part 1 dan Volunteering at Way Kambas Lampung - Part 2. Nah di Part 3 ini saya akan bercerita mengenai aktivitas kami setelah selesai menjadi volunteer di Way Kambas. Kami menginap di Ecolodge dan mengunjungi beberapa tempat yang menarik di Lampung. 


Pagi setelah sarapan bareng, kami menuju ke sebuah Kampung Bali di Lampung. Saya ga nyangka kalau ada kampung berisi penduduk dan adat budaya Bali disini. Disini nuansa Bali nya sungguh kental dengan banyaknya pernak pernik khas Bali, pura, alat musik Bali, dll. Bahkan Jacky juga kepincut ikutan nari-nari dengan iringan alat musik tradisional itu. Selain itu ada juga pembuat wayang yang berbaik hati menjelaskan cara membuat dan memainkan wayang. Kami balik ke Ecolodge dengan hati senang dan perut super lapar!

Ada Kampung Bali di Lampung!

Jacky jadi penari dadakan

Keseruan dan keasyikan kami di Lampung belum berakhir! Walaupun besoknya kami harus udah balik ke pulau dan negara kami masing-masing, tapi masih ada 1 destinasi yang akan kami kunjungi, yaitu Kabupaten Way Kanan. Nah, di Way Kanan terdapat hutan yang memproduksi karet. Disini kami diberitahu info seputar pengolahan karet. Kami pun diperbolehkan untuk mencoba mengambil getah karet dari sebuah pohon. Lalu perjalanan lanjut ke sebuah lokasi produksi biogas. Diberitahu cara memproduksi biogas dari pup hewan yang kemudian selain bisa dipakai untuk membuat pupuk juga bisa memproduksi bahan bakar untuk memasak. Seorang warga mencoba memasak telur ceplok didepan kami dengan bahan bakar biogas. Waktu kami diminta mencoba makan telur itu, mata Jacky, Chan dan Milan memandang penuh makna kearah saya, pertanda mereka ga mau makan itu telor dan ngarep saya aja yang makan, gubrakk. Yaelah itu kan cuman telor ceplok, sini saya makan. Selanjutnya kami diajak ke rumah produksi tas dari bahan plastik bekas, misalnya dari bahan sachet sampo, sabun, dll. Chan terlihat agak bosan disini, dan Jacky dengan gaya wise nya masih menunjukkan ketertarikannya pada barang-barang hasil daur ulang itu. Milan malah sibuk terheran-heran sama ukuran rumah didesa yang cenderung besar-besar. Malah dia nanya harga rumahnya sekalian dan begitu tau kalau rumah besar itu dibangun dengan dana hanya 100 juta, Milan pun kaget. Melongo karena di Indonesia harga rumah masih bisa dibilang murah.

Hutan karet

Next, destinasi terakhir kami adalah hutan lindung Way Kanan. Di hutan ini diperkirakan banyak terdapat hewan-hewan langka yang masih bebas. Misalnya burung-burung dari jenis yang langka, babi hutan, harimau, siamang, dll. Didalam hutan lindung ini juga terdapat sungai yang bisa dilintasi kapal kecil. Cukup banyak para photographer yang datang jauh-jauh dari luar negeri hanya untuk memotret spesies burung-burung langka di hutan ini. Saya mencoba menanyai salah seorang photographer itu dan katanya sih sangat susah dapat momen burung yang lagi terbang, apalagi akhir-akhir ini diperkirakan makin sedikit jumlahnya. Kami lanjut masuk ke area hutan untuk mencari siamang. Susah banget untuk dapat momen siamang menampakkan diri. Biasanya mereka ga mau menampakkan diri dan cuma sembunyi diatas pohon aja. Kita bisa mengetahui keberadaan mereka dari suara yang dikeluarkannya karena siamang memiliki suara yang khas. 

Eniwei, hutan ini cukup bikin cape deh, bukan karena jarak atau sulitnya medan, tapi karena lintah-lintah kecil ada dimana-mana! Gilee dah, lintah-lintah ini geraknya cepat banget dari tanah ke sepatu kami dan masuk-masuk ke kaos kaki dan bahkan baju kami. Yang bikin cape karena kami tak henti-hentinya mengibas-ngibaskan lintah-lintah yang jalannya melebihi kecepatan Superman itu. Gile, tau-tau udah sampe ke lengan saya! Dan mana ada sih lintah yang nggak menggigit. Lintah-lintah itu menghisap sama gilanya kayak lintah yang menghisap darah saya di Way Kambas. Omegot, plis keluarkan saya segera dari hutan horor ini kakaaak.. 

Sungai di Way Kanan

Narsis di pinggir kali :D

Akhirnya setelah mendapatkan keberadaan siamang dari suaranya, kami pun segera mencari jalan keluar dari lokasi hutan ini. Gile, bisa-bisa kami tinggal tulang belulang kalau ga buru-buru kabur :D :D. Walaupun udah capek tapi rupanya Mbak Reny, Milan, Jacky dan Chan masih pengen naik boat menyusuri sungai di Way Kanan. Duuh monggo dah, saya cukup nunggu di posko ajah, mahal bayarnya 200 ribu per orang untuk aktivitas ini. 2 jam menanti, akhirnya mereka muncul juga. Huhu ngiri sih sebenernya liat foto-foto bidikan Milan di atas sungai bagus-bagus banget. GoPro gitu loh.

Malamnya, kami menginap di rumah salah seorang pemilik warung di kantin Way Kambas. Sebelum kami ke Ecolodge, ibu ini memang menawari kami untuk tidur dirumahnya sebelum meninggalkan Lampung. Ini ibu yang masakannya selalu bikin para sukarelawan itu ketagihan,, hahaha kalau kata Jacky sih dia suka karena selain enak banget, bumbunya juga pas buat lidah foreigner. Jacky pun berbaik hati membantu sang ibu ini memasak didapurnya. Ah makan malam ini menjadi dinner kami yang terakhir sebelum balik ke "kampung" masing-masing, aah baper rasanya ngebayangin mau pisahan sama para volunteer yang asik-asik ini. Setelah dinner bareng, kami ke sebuah rumah yang lagi ngadain latihan menari untuk atraksi kuda lumping. Trio lucu pun kocak banget ikutan latihan joget-joget ini :D.

Our last dinner together

The Three Lumping-teers

Paginya kami pamitan pulang dengan ibu ini sambil berterimakasih udah boleh nginep gratisan dirumahnya. Kami pun diantar sampai ke Bandara Radin Inten II. Jacky langsung cuss fly balik ke negaranya, Mbak Reny cuss balik ke Semarang, dan Chan nebeng orang Lampung yang mau mengantarnya ke beberapa tempat wisata di Lampung karena jadwal pesawatnya masih 4 hari lagi. Tinggal saya dan Milan. Saya mah gampang tinggal pake bus aja pulang ke Semarang, tapi Milan ini pengen ngikut saya naik bis ke Semarang secara pesawatnya masih semingguan lagi. Akhirnya, Milan pun ngubah rute pesawatnya yang semula ke Jakarta dari Lampung, diubah jadi dari Semarang. Dia ini rupanya ngebet pengen ke Karimunjawa sehabis saya kasi liat beberapa foto Karimunjawa. Okelah, mari ikut pulang ke Semarang yak! Let's go kita ngebus seharian sampe pantat panas saking lamanya duduk di bus.. :D :D

Catatan lengkap menjadi sukarelawan di Way Kambas Lampung:




Location Map: Way Kambas National Park Lampung
Baca Juga