Trip kali ini saya ke Sulawesi Selatan, tepatnya ke Makassar dan Tana Toraja dengan seorang kawan. Perjalanan dimulai dengan naik bis dari Semarang ke Yogyakarta turun di Terminal Jombor. Dari sini naik bus Trans Jogja nomer 2B dengan tarif 3600 ke halte trans di Terminal Condong Catur, lalu lanjut naik nomer 3B sampai Bandara Adi Sutjipto. Cuss naik Lion Air menuju Makassar, mendarat dengan selamat di Bandara Sultan Hasanuddin. Karena sampai sini sudah malam, bis Damri nya udah ga beroperasi, so kita naik taxi resmi bandara ke rumah makan Putri Minang dengan tarif 90 ribu untuk zona 1. Sehari sebelumnya udah booking kursi bus Bintang Timur (via call) dengan tarif 170 ribu per orang dan janjian meeting point dengan driver bus ini di rumah makan Putri Minang. Disini pun selain makan saya juga nebeng mandi dan ganti baju. 8 jam perjalanan dengan bis ini memungkinkan kami untuk tidur karena pastinya kami baru sampai di Tana Toraja keesokan harinya.
Bus Bintang Timur ini dikemudikan dengan mulus, amat sangat nyaman dengan kursi yang lebar nyaman lengkap dengan selimut pula. Langsung tidur nyenyak sepanjang 8 jam perjalanan. Sampai di Rantepao yang merupakan ibukota Toraja Utara sekitar jam 5 pagi. Kami sewa mobil untuk menuju ke tempat-tempat wisata di Toraja Utara dan Tana Toraja. Sewa mobil dan driver yang sekaligus jadi guide kami dengan tarif 400 ribu. Bila berminat ke Tana Toraja, daripada bingung-bingung cari rute sendiri di jalanan desa yang cukup ekstrim, lebih baik sewa mobil saja.
Driver mobil yang kami sewa namanya Pak Mangalo, beliau orang Toraja asli. Rencananya kami akan diantar ke 8 lokasi wisata anti mainstream di Tana Toraja. Wisata anti mainstream disini sebenarnya lebih tepat disebut wisata horor karena mostly kami akan ngetrip ke beberapa lokasi kuburan terbuka khas Toraja.
Tana Toraja memang populer dengan aneka wisata kuburannya. Hal itu karena adanya tradisi masyarakat setempat yang tidak mengubur jasad didalam tanah, melainkan meletakkannya di erong (wadah kubur kayu) ataupun terbuka ditanah atau di gua-gua. Tujuan pertama kami adalah Kete Kesu, desa wisata yang populer dengan rumah Tongkonan dan kuburan gantungnya. Desa ini terletak 5 kilometer saja dari Rantepao. Cukup dengan tiket masuk sebesar 10 ribu kita sudah bisa menjelajahi keindahan rumah Tongkonan dan mengeksplor kuburan gantungnya. Kete Kesu dikenal karena adat dan kehidupan tradisional masyarakatnya. Para wisatawan yang berkunjung ke Kete Kesu biasanya juga hunting foto dengan background rumah-rumah adat Tongkonan.
Rumah adat Tongkonan di Kete Kesu |
Karena satu foto saja tidaklah cukup... |
Perasaan saya awalnya mix banget antara takut dan antusias. Apalagi sambil nyetir, Pak Mangalo terus-terusan cerita soal kuburan terbuka yang tersebar di seantero Tana Toraja, seakan-akan melihat mayat diatas tanah adalah hal yang biasa saja. Pak Mangalo terus mengingatkan kami untuk tidak lupa melihat lokasi kuburan gantung di Kete Kesu, jangan cuma fokus di rumah-rumah Tongkonan nya aja. Kami pun menjawab "Yaa Pak" dengan dag dig dug. Kami mulai mengeksplor area rumah Tongkonan di Kete Kesu dan sampailah kami pada keputusan untuk terus jalan keatas demi melihat kuburan gantung. Meski takut, tapi kami berani-beraniin karena penasaran kayak apa sih bentuk dari kuburan gantung itu. Di area kuburan dan goa banyak betebaran tengkorak manusia. Pertama kali melihat tengkorak dan tulang belulang di Kete Kesu rasanya unik banget, takut-takut gimana gitu, belum pernah seumur-umur liat tengkorak manusia asli diletakkan begitu saja ditanah atau di erong. Hawa horor pun kental terasa ditempat ini. Apalagi kami datang kepagian dan pengunjung saat itu baru kami aja, hehe. Kuburan gantung yang terbuat dari batu itu umurnya diperkirakan sudah 500 tahun lebih, didalamnya tentu saja ada sisa-sisa tengkorak manusia.
Area kuburan gantung Kete Kesu |
Naik-naik ke puncak..kuburan :D |
Pemandangan anti mainstream, tulang belulang dimana-mana |
Lama kelamaan berada di tempat ini malah membuat kami antusias untuk foto-foto dengan tengkorak 😆. Bahkan perasaan takut kami akhirnya hilang karena menikmati keunikan Kete Kesu, terutama kuburannya. Okee puas dengan wisata rumah adat dan kuburan gantung Kete Kesu, kami balik ke parkiran dan seperti yang saya duga, Pak Mangalo "ngecek" apakah kami bener-bener sampai ke area kuburan gantung. Dan kami jawab dengan "pongah" : "Yaaaa dong paak". Ciee ciee yang akhirnya berani liat tengkorak, hahahayy 😆.
Nah dari sini kami ke Gantiri. Ini bukan tempat wisata sih, tapi merupakan salah satu lokasi lumbung padi yang tidak jauh tempatnya dari Kete Kesu. Selain itu Pak Mangalo masih memiliki hubungan kekerabatan dengan mereka yang tinggal di area Gantiri ini. Kami bisa masuk ke Gantiri dan melihat rumah Tongkonan yang paling besar dan unik dengan adanya 393 tanduk kerbau. Ah senangnyaaa, berasa tamu eksklusif, hehehe.
Rumah Tongkonan super megah di Gantiri |
393 tanduk kerbau! |
Perjalanan trip kami di Tana Toraja belum berakhir ya gaess, masih ada 6 lokasi lagi yang akan kami kunjungi. Selanjutnya, mari cuss ke sebuah lokasi kuburan bayi. Penasaran kan seperti apa kuburan bayinya? Cuss mari kita ngetrip ke Kambira Baby Grave.
Location Map: